Tidak ada puasa Rajab secara khusus, dan tidak ada pula anjuran berpuasa
Rajab secara khusus. Semua riwayat yang memerintahkan puasa Rajab dan
menjelaskan keutamaannya adalah riwayat Dhoif (lemah) dan Maudhu
(palsu). Tidak ada pula Shalat khusus dibulan Rajab, Zakat khusus, Haji,
khusus, Umroh khusus, Ziaroh kubur khusus dan doa khusus. Semuanya
adalah amalan-amalan yang tidak dilandaskan dalil yang bisa diterima
sehingga tidak dapat diamalkan.
Rajab adalah nama salah satu bulan dalam sistem penanggalan Hijriyyah
yang terletak diantara bulan Jumada Ats-Tsaniyah dan bulan Sya’ban.
Bulan Rajab memiliki 15 nama lain yaitu; Al-Ashomm (الأصم), Al-Ashobb
(الأصب), Rojm (رجم), As-Syahru Al-Harom (الشهر الحرام), Al-Harom
(الحرم), Al-Muqim (المقيم),Al-Mu’alla (المعلى), Al-Fard (الفرد),
Munshilu Al-Asinnah (منصل الأسنة), Munshilu Al-Al (منصل الآل),
Munazzi’u Al-Asinnah (منزع الأسنة), Syahru Al-‘Atiroh (شهر العتيرة),
Al-Mubro (المبرى), Al-Mu’asy-‘isy (المعشعش), dan Syahrullah (شهر الله).
Istilah puasa Rajab yang berkembang di masyarakat, bermakna puasa khusus
di bulan Rajab yang dianjurkan berdasarkan sejumlah riwayat yang
diklaim diucapkan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam yang
menerangkan keutamaannya.
Masalahnya, tidak ada satupun riwayat (yang diklaim diucapkan Rasulullah
Shallalahu ‘Alaihi Wasallam) tentang keutamaan puasa bulan Rajab yang
legal secara syar’I sehingga hukum puasa Rajab bisa dikatakan
Sunnah/Mandub. Contoh riwayat bermasalah yang dijadikan dasar adalah
riwayat berikut;
عن عمرو بن الأزهر، عن أبان ابن أبي عياش عن أنس بن مالك قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: ” من صام ثلاثة أيام من رجب كتب الله له صيام شهر،
ومن صام سبعة أيام من رجب أغلق الله سبعة أبواب من النار، ومن صام ثمانية
أيام من رجب فتح الله له ثمانية أبواب من الجنة، ومن صام نصف رجب كتب الله
له رضوانه، ومن كتب له رضوانه لم يعذبه، ومن صام رجب كله حاسبه الله حسابا
يسيرا “.(رواه أبو القاسم السمرقندي في فضل رجب)
Dari ‘Amr bin Al-Azhar dari Aban bin Abi ‘Ayyasy dari Anas bin Malik dia
berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “barang
siapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab, maka Allah akan menuliskan
baginya pahala puasa selama sebulan penuh. Barang siapa berpuasa tujuh
hari di bulan Rajab , maka Allah akan menutup tujuh pintu neraka. Barang
siapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab , maka Allah akan membuka
delapan pintu surga untuknya. Barang siapa berpuasa separuh bulan di
bulan Rajab , maka Allah akan menuliskan keridhaanNya untuknya. Barang
siapa yang Allah menuliskan keridhaanNya untuknya, maka Allah tidak akan
menyiksanya. Barang siapa berpuasa di bulan Rajab sebulan penuh, maka
Allah akan menghisabnya dengan hisab yang ringan”. (H.R.Abu Al-Qosim
As-Samarqondi)
Problem pada riwayat di atas adalah adanya perawi yang bernama Aban bin
Abi ‘Ayyasy, karena dia adalah seorang perawi yang Dhoif .Syu’bah
berkata tentang Dhoif nya Aban dengan perkataannya: “aku lebih menyukai
berzina daripada mengambil Hadist dari Aban”. Ahmad, An Nasa’i dan Ad
Daruqutni berpendapat bahwa Aban itu matruk (ditinggalkan). Selain itu
ada pula perawi bernama ‘Amr bin Al Azhar dalam Hadist tersebut. Ia
adalah perawi yang dikenal sering memalsukan Hadist. An Nasai berkata
bahwa Amr bin Al Azhar adalah matruk (ditinggalkan). Yahya ibnu Ma’in
juga mendustakannya.
Contoh riwayat lain yang dijadikan dasar adalah riwayat berikut;
حدثنا هيثم بن خلف نا الحسن بن شوكر ثنا يوسف بن عطية الصفار عن هشام بن
حسان عن محمد بن سيرين عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم
يتم صوم شهر بعد رمضان إلا رجب وشعبان. (مجمع الزوائد) رواه الطبراني في
الاوسط وفيه يوسف بن عطية الصفار وهو ضعيف
Kami diberitahu oleh Hitsam bin Kholaf, kami diberitahu oleh Al-hasan
bin Syaukar, kami diberitahu oleh Yusuf bin ‘Athiyyah As-Shoffar, dari
Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan puasa
selama sebulan penuh setelah Ramadhan kecuali puasa Rajab dan Sya’ban. (H.R.At-Thobaroni)
Problem pada riwayat diatas adalah perawi yang bernama Yusuf Bin
‘Athiyyah As-Shoffar. Yahya bin Ma’in mengatakan “Laisa bissyai'” (orang
yang tidak bisa dianggap apa-apa). ‘Amr bin ‘Ali mengatakan; “Katsirul
Wahm wal Khotho’ (banyak tidak teliti dan banyak salah), Al-Juzajani
mengatakan; “Laa Yuhmadu haditsuhu” (hadisnya tidak terpuji), Abu Zur’ah
dan Abu Hatim mengatakan; lemah hadisnya, Bukhari mengatakan; Munkarul
hadits, An-Nasai dan Abu Bisyr Ad-Dulabi mengatakan; Matrukul Hadits,
Ibnu Hajar menilai; Matruk. Karena itu, riwayatnya tergolong hadis
Dhoif.
Bahkan bisa dikatakan bahwa seluruh riwayat yang menerangkan keutamaan
bulan Rajab tidak ada satupun yang Shahih atau Hasan sekalipun. Semua
riwayat tentang keutamaan bulan Rajab hanya dua kualitasnya; jika tidak
Dhoif (lemah), maka Maudhu (palsu). Ibnu Hajar Al-Asqolani telah
mengumpulkan semua riwayat tentang anjuran puasa Rajab dalam kitabnya
yang bernama
تَبْيِيْنُ الْعَجَبِ بِمَا وَرَدَ فِيْ شَهْرِ رَجَبَ
(Menjelaskan rasa heran mengenai nash yang datang tentang bulan Rajab)
dan membagi riwayat-riwayat yang ada hanya menjadi dua yaitu; riwayat-riwayat Dhoif dan riwayat-riwayat palsu.
Dengan demikian tidak ada syariat puasa Rajab dan tidak ada pula anjuran
berpuasa Rajab secara khusus karena riwayat-riwayat yang dijadikan
dalil semuanya tidak sah digunakan sebagai hujjah.
Tidak bisa mengatakan bahwa puasa Rajab hukumnya sunnah berdasarkan
anjuran umum puasa Tathowwu (sunnah) secara mutlak atau anjuran puasa di
bulan bulan (4 bulan suci dalam islam, yaitu; Dzul Qo’dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan Rajab). Hal itu dikarenakan yang jadi persolan dalam
pembahasan ini adalah isu mengkhususkannya, bukan sekedar melakukan
puasa sunnah pada waktu tertentu. Ketika Syara’ menganjurkan puasa
Tathowwu’ secara mutlak selain bulan Ramadhan, lalu ada seorang mukallaf
yang berpuasa Rabu secara rutin dan mengkhususkannya, maka tidak bisa
dikatakan bahwa hukum puasa Rabu secara rutin dan mengkhususkannya
hukumnya sunnah berdasarkan keumuman hadis anjuran puasa Tathowwu’.
Penjelasan yang lebih tepat; tidak ada anjuran puasa Rabu khusus karena
tidak ada dalil yang menunjukkan, dan yang ada hanyalah Nash umum
tentang anjuran puasa Tathowwu yang boleh dikerjakan pada hari Rabu,
Selasa, Ahad, dll. Lagipula mengkhususkan ibadah haruslah dinyatakan
dengan Nash karena Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam melarang
mengkhususkan puasa dan shalat pada hari Jumat padahal Nash-Nash yang
memerintahkan puasa sunnah dan shalat malam bersifat mutlak sehingga
bisa dilakukan di waktu kapanpun.
Tidak bisa pula berargumen bahwa riwayat Dhoif tentang anjuran puasa
Rajab bisa dipakai dalam kapasitas dalil untuk Fadhoil Amal. Hal itu
dikarenakan isu yang dibahas disini adalah pembahasan hukum Syara, yakni
membahas apakah hukum puasa Rojab sunnah ataukah tidak. Pembahasan
hukum syara adalah hukum Ashl (induk) bukan Fadhoil Amal yang hanya
dijadikan penguat terhadap hukum induk yang sudah mapan.
Ulama yang membolehkan hadis Dhoif dijadikan dasar Fadhoil Amal mensyaratkan cukup ketat dalam penggunaannya yaitu;
Pertama; ada nash Ashl/induk yang tidak diperdebatkan lagi keshohihannya tentang amal yang dijelaskan dalam Hadist Dhoif.
Kedua; Hadist Dhoif tersebut bukan Hadist yang terlalu Dhoif.
Ketiga; dalam mengamalkannya tidak boleh disertai keyakinan bahwa Rasulullah SAW mengucapkannya.
Pada kasus puasa Rajab, tiga syarat ini telah dilanggar semua.
Lebih dari itu, ada riwayat Mursal yang menunjukkan ketidak sukaan
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam terhadap puasa Rajab. Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan;
عن زيد بن أسلم قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم رجب فقال : ” أين أنتم من شعبان “.( مصنف ابن أبي شيبة)
Dari Zaid bin Aslam dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah ditanya tentang puasa Rajab. Maka beliau menjawab, “di mana
kalian dari bulan Sya’ban?”. (H.R. Ibnu Abi Syaibah)
Ketidaksukaan Sejumlah Shahabat Terhadap Puasa Rajab Khusus
Ada sejumlah riwayat yang menunjukkan bahwa Shahabat-Shahabat besar
tidak suka dilakukan puasa Rajab secara khusus. Diantara mereka adalah
Abu Bakar. Dalam majmu’ Al-Fatawa disebutkan;
وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَرَأَى أَهْلَهُ قَدْ اشْتَرَوْا كِيزَانًا
لِلْمَاءِ وَاسْتَعَدُّوا لِلصَّوْمِ فَقَالَ : ” مَا هَذَا فَقَالُوا :
رَجَبٌ فَقَالَ : أَتُرِيدُونَ أَنْ تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ ؟ وَكَسَرَ
تِلْكَ الْكِيزَانَ” ( مجموع فتاوى ابن تيمية)
Abu Bakar masuk, dia melihat keluarganya telah membeli gelas-gelas untuk
air dan mereka bersiap-siap untuk berpuasa. Maka dia berkata, “apa
ini?!”. Mereka menjawab, “Rajab ”. Dia berkata, “apakah kalian
menginginkan untuk menyamakan Rajab dengan Ramadhan?”. Lalu beliaupun
memecah gelas-gelas itu. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Termasuk pula Umar bin Khattab. Ibnu Abi syaibah meriwayatkan;
مصنف ابن أبي شيبة (2/ 513)
عن خرشة بن الحر قال : ( رأيت عمر يضرب أكف المترجبين حتى يضعوها في الطعام ويقول : كلوا فإنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية ) (أحمد)
Dari Kharasyah bin Hurr dia berkata, “aku melihat Umar memukul tangan
orang-orang yang berpuasa Rajab hingga mereka meletakkan tangan-tangan
mereka pada makanan. Umar berkata, ‘makanlah karena Rajab hanyalah bulan
yang diagungkan oleh orang-orang jahiliyyah”.
Demikian pula Abdullah bin ‘Umar. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan;
حدثنا وكيع عن عاصم بن محمد عن أبيه قال كان ابن عمر إذا رأى الناس وما يعدون لرجب كره ذلك (مصنف ابن أبي شيبة)
Kami diberitahu oleh Waqi’ dari Ashim bin Muhammad dari ayahnya dia
berkata, “apabila ibnu Umar melihat orang-orang dan apa yang mereka
persiapkan untuk puasa Rajab maka beliau membenci hal itu”. (H.R.Ibnu
Abi Syaibah)
Demikian pula Abu Bakrah, Imam Ahmad meriwayatkan;
عن أبى بكرة : ( أنه دخل على أهله وعندهم سلال جدد وكيزان فقال : ما هذا ؟
فقالوا : رجب نصومه فقال : أجعلتم رجب رمضان ؟ ! فأكفا السلال وكسر
الكيزان) (أحمد في إرواء الغليل)
Dari Abu Bakrah bahwasanya dia masuk menemui keluarganya dan di sisi
mereka terdapat keranjang-keranjang baru dan gelas-gelas. Beliau
berkata, “apa ini?”. Mereka menjawab, “ Rajab, dan kami akan
mempuasainya (berpuasa di dalamnya)”. Beliau berkata, “apakah kalian
akan menjadikan Rajab seperti Ramadhan?” lalu beliau menumpahkan
keranjang-keranjang itu dan memecahkan gelas-gelas tersebut.(H.R.Ahmad)
Demikian pula Anas bin malik. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan;
حدثنا وكيع عن يزيد مولى الصهباء عن رجل قد سماه عن أنس قال لا يكون اثنينيا ولا خميسيا ولا رجبيا. (مصنف ابن أبي شيبة)
Kami diberitahu oleh Waqi’ dari Yazid maulanya As Shahba’ dari seorang
lelaki, dia melihat Anas berkata, “janganlah kalian menjadi
istnainiyyan, jangan pula kalian menjadi khumaisiyyan, dan jangan pula
kalian menjadi Rujaibiyyan”. (H.R.Ibnu Abi Syaibah)
Riwayat Lemah Doa Terkait Bulan Rajab
Sebagian kaum muslimin mengamalkan doa terkait bulan Rajab yang diklaim
diajarkan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam. Doa tersebut berbunyi;
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berilah kami berkah di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami pada bulan Ramadhan
Klaim bahwa doa ini diajarkan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam didasarkan pada riwayat berikut;
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ
زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا دَخَلَ رَجَب قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ
وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ وَكَانَ يَقُولُ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ
غَرَّاءُ وَيَوْمُهَا أَزْهَرُ (أحمد)
Kami diberitahu oleh Abdullah, kami diberitahu oleh Ubaidullah bin Umar
dari Zaidah bin Abi Ar-Ruqaddari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik
dia berkata, “nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada
bulan Rajab beliau berdoa, ‘ya Allah berilah kami berkah di bulan Rajab
dan Sya’ban dan berilah kami berkah di bulan Ramadhan’. Beliau
menyebut malam jumat sebagai Gharra’ dan hari jumat sebagai Azhar.
Pada riwayat At Thabarani, lafadznya diungkapkan sebagai berikut:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berilah kami berkah di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami pada bulan Ramadhan
Hanya saja, klaim ini tidak boleh dilanjutkan karena riwayat diatas
semuanya adalah riwayat Dhoif karena seorang perawi yang bernama Zaidah
bin Abi Ar-Ruqod. Bukhari berkata dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir;
التاريخ الكبير (3/ 433)
زائدة بن ابى الرقاد، عن زياد النميري وثابت، منكر الحديث
Zaidah bin Abi Ar-Ruqod dari Ziyad An-Numairi dan Tsabit; Munkarul hadits
Abu Ahmad Al-Hakim menilai Zaidah dengan statemen; “haditsuhu laisa bil
Qoim” (hadisnya tidak tegak), Annasai mengatakan; Munkarul hadits, Ibnu
Hibban mengatakan; Dia meriwayatkan hadis-hadis munkar dari perawi
populer, Ibnu Hajar menilainya; Munkarul hadits.
Oleh kerena riwayatnya Dhoif, maka tidak boleh doa tersebut dinisbatkan
kepada Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam. Sejauh-jauh yang bisa
dilakukan hanyalah membaca doa tersebut dalam kapasitas doa buatan
(Mashnu’), bukan doa Ma’tsur (dinukil) dari Rasulullah Shallalahu
‘Alaihi Wasallam.
Atas dasar ini tidak ada puasa Rajab dan tidak ada anjuran melakukannya.
Semua amalan khusus dibulan Rajab seperti shalat Roghoib, Zakat, Haji,
umroh, Ziaroh kubur juga tidak dianjurkan. amalan-amalan shalih dibulan
Rajab dikembalikan pada Nash-Nash umum tentang amalan tersebut dan
diamalkan sebatas penunjukkan makna yang dinyatakan oleh lafadz Nash.
Wallahua’lam.
Berikut pernyataan para ulama madzhab empat tentang puasa Rajab.
Madzhab Hanafi
Dalam al-Fatawa al-Hindiyyah (1/202) disebutkan:
في الفتاوي الهندية 1/202 : ( المرغوبات من الصيام أنواع ) أولها صوم المحرم والثاني صوم رجب والثالث صوم شعبان وصوم عاشوراء ) اه
“Macam-macam puasa yang disunnahkan adalah banyak macamnya. Pertama,
puasa bulan Muharram, kedua puasa bulan Rajab, ketiga, puasa bulan
Sya’ban dan hari Asyura.”
Madzhab Maliki
Dalam kitab Syarh al-Kharsyi ‘ala Mukhtashar Khalil (2/241), ketika menjelaskan puasa yang disunnahkan, al-Kharsyi berkata:
(والمحرم ورجب وشعبان ) يعني : أنه يستحب صوم شهر المحرم وهو أول الشهور
الحرم , ورجب وهو الشهر الفرد عن الأشهر الحرم ) اه وفي الحاشية عليه : (
قوله : ورجب ) , بل يندب صوم بقية الحرم الأربعة وأفضلها المحرم فرجب فذو
القعدة فالحجة ) اه
“Muharram, Rajab dan Sya’ban. Yakni, disunnahkan berpuasa pada bulan
Muharram – bulan haram pertama -, dan Rajab – bulan haram yang
menyendiri.” Dalam catatan pinggirnya: “Maksud perkataan pengaram, bulan
Rajab, bahkan disunnahkan berpuasa pada semua bulan-bulan haram yang
empat, yang paling utama bulan Muharram, lalu Rajab, lalu Dzul Qa’dah,
lalu Dzul Hijjah.”
Pernyataan serupa bisa dilihat pula dalam kitabal-Fawakih al-Dawani
(2/272), Kifayah al-Thalib al-Rabbani (2/407), Syarh al-Dardir ‘ala
Khalil(1/513) dan al-Taj wa al-Iklil (3/220).
Madzhab Syafi’i
Imam al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/439),
قال الإمام النووي في المجموع 6/439 : ( قال أصحابنا : ومن الصوم المستحب صوم
الأشهر الحرم , وهي ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب , وأفضلها المحرم ,
قال الروياني في البحر : أفضلها رجب , وهذا غلط ; لحديث أبي هريرة الذي
سنذكره إن شاء الله تعالى { أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله المحرم ) اه
“Teman-teman kami (para ulama madzhab Syafi’i) berkata: “Di antara puasa
yang disunnahkan adalah puasa bulan-bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah,
Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, dan yang paling utama adalah Muharram.
Al-Ruyani berkata dalam al-Bahr: “Yang paling utama adalah bulan Rajab”.
Pendapat al-Ruyani ini keliru, karena hadits Abu Hurairah yang akan
kami sebutkan berikut ini insya Allah (“Puasa yang paling utama setelah
Ramadhan adalah puasa bulan Muharram.”)”.
Pernyataan serupa dapat dilihat pula dalamAsna al-Mathalib (1/433),
Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53), Mughni al-Muhtaj (2/187),Nihayah
al-Muhtaj (3/211) dan lain-lain.
Madzhab Hanbali
Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata dalam kitabal-Mughni (3/53):
قال ابن قدامة في المغني 3/53 فصل : ويكره إفراد رجب بالصوم . قال أحمد :
وإن صامه رجل , أفطر فيه يوما أو أياما , بقدر ما لا يصومه كله … قال أحمد :
من كان يصوم السنة صامه , وإلا فلا يصومه متواليا , يفطر فيه ولا يشبهه
برمضان ) اه
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah puasa. Ahmad
bin Hanbal berkata: “Apabila seseorang berpuasa Rajab, maka berbukalah
dalam satu hari atau beberapa hari, sekiranya tidak berpuasa penuh satu
bulan.” Ahmad bin Hanbal juga berkata: “Orang yang berpuasa satu tahun
penuh, maka berpuasalah pula di bulan Rajab. Kalau tidak berpuasa penuh,
maka janganlah berpuasa Rajab terus menerus, ia berbuka di dalamnya dan
jangan menyerupakannya dengan bulan Ramadhan.”
Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furu’(3/118):
وفي الفروع لابن مفلح 3/118 : ( فصل : يكره إفراد رجب بالصوم نقل حنبل :
يكره , ورواه عن عمر وابنه وأبي بكرة , قال أحمد : يروى فيه عن عمر أنه كان
يضرب على صومه , وابن عباس قال : يصومه إلا يوما أو أياما … وتزول الكراهة
بالفطر أو بصوم شهر آخر من السنة , قال صاحب المحرر : وإن لم يله .
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa. Hanbal
mengutip: “Makruh, dan meriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar dan Abu
Bakrah.” Ahmad berkata: “Memuku seseorang karena berpuasa Rajab”. Ibnu
Abbas berkata: “Sunnah berpuasa Rajab, kecuali satu hari atau beberapa
hari yang tidak berpuasa.” Kemakruhan puasa Rajab bisa hilang dengan
berbuka (satu hari atau beberapa hari), atau dengan berpuasa pada bulan
yang lain dalam tahun yang sama. Pengarang al-Muharrar berkata:
“Meskipun bulan tersebut tidak bergandengan.”
DALIL PUASA RAJAB
Dalil Mayoritas Ulama
Mayoritas ulama yang berpandangan bahwa puasa Rajab hukumnya sunnah
sebulan penuh, berdalil dengan beberapa banyak hadits dan atsar.
Dalil-dalil tersebut dapat diklasifikasi menjadi tiga:
Pertama, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan puasa sunnah secara
mutlak. Dalam konteks ini, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami berkata dalam
al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah(2/53) dan fatwa beliau mengutip dari
fatwa al-Imam Izzuddin bin Abdussalam (hal. 119):
قال ابن حجر كما في الفتاوى الفقهية الكبرى 2/53 ويوافقه إفتاء العز بن
عبد السلام فإنه سئل عما نقل عن بعض المحدثين من منع صوم رجب وتعظيم حرمته
وهل يصح نذر صوم جميعه فقال في جوابه :نذر صومه صحيح لازم يتقرب إلى الله
تعالى بمثله والذي نهى عن صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون منهيا عنه
مع أن العلماء الذين دونوا الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره
صومه بل يكون صومه قربة إلى الله تعالى لما جاء في الأحاديث الصحيحة من
الترغيب في الصوم مثل: قوله صلى الله عليه وسلم { يقول الله كل عمل ابن آدم
له إلا الصوم } وقوله صلى الله عليه وسلم { لخلوف فم الصائم أطيب عند الله
من ريح المسك } وقوله { إن أفضل الصيام صيام أخي داود كان يصوم يوما ويفطر
يوما } وكان داود يصوم من غير تقييد بما عدا رجبا من الشهور ) اه
“Ibnu Hajar, (dan sebelumnya Imam Izzuddin bin Abdissalam ditanya pula),
tentang riwayat dari sebagian ahli hadits yang melarang puasa Rajab dan
mengagungkan kemuliaannya, dan apakah berpuasa satu bulan penuh di
bulan Rajab sah? Beliau berkata dalam jawabannya: “Nadzar puasa Rajab
hukumnya sah dan wajib, dan dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan
melakukannya. Orang yang melarang puasa Rajab adalah orang bodoh dengan
pengambilan hukum-hukum syara’. Bagaimana mungkin puasa Rajab dilarang,
sedangkan para ulama yang membukukan syariat, tidak seorang pun dari
mereka yang menyebutkan masuknya bulan Rajab dalam bulan yang makruh
dipuasai. Bahkan berpuasa Rajab termasuk qurbah (ibadah sunnah yang
dapat mendekatkan) kepada Allah, karena apa yang datang dalam
hadits-hadits shahih yang menganjurkan berpuasa seperti sabda Nabi SAW:
“Allah berfirman, semua amal ibadah anak Adam akan kembali kepadanya
kecuali puasa”, dan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum menurut Allah dari pada minyak kasturi”, dan sabda
Nabi SAW: “Sesungguhnya puasa yang paling utama adalah puasa saudaraku
Dawud. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” Nabi Dawud AS berpuasa
tanpa dibatasi oleh bulan misalnya selain bula Rajab.”
Al-Syaukani berkata dalam Nail al-Authar(4/291):
وقال الشوكاني في نيل الأوطار 4/291 : ( وقد ورد ما يدل على مشروعية صومه
على العموم والخصوص : أما العموم : فالأحاديث الواردة في الترغيب في صوم
الأشهر الحرم وهو منها بالإجماع . وكذلك الأحاديث الواردة في مشروعية مطلق
الصوم … ) اه
“Telah datang dalil yang menunjukkan pada disyariatkannya puasa Rajab,
secara umum dan khusus. Adapun hadits yang bersifat umum, adalah
hadits-hadits yang datang menganjurkan puasa pada bulan-bulan haram.
Sedangkan Rajab termasuk bulan haram berdasarkan ijma’ ulama. Demikian
pula hadits-hadits yang datang tentang disyariatkannya puasa sunnat
secara mutlak.”
Kedua, hadits-hadits yang menganjurkan puasa bulan-bulan haram, antara
lain hadits Mujibah al-Bahiliyah. Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam
al-Sunan (2/322) sebagai berikut ini:
عن مجيبة الباهلية عن أبيها أو عمها أنه : أتى رسول الله صلى الله عليه
وسلم ثم انطلق فأتاه بعد سنة وقد تغيرت حالته وهيئته فقال يا رسول الله أما
تعرفني قال ومن أنت قال أنا الباهلي الذي جئتك عام الأول قال فما غيرك وقد
كنت حسن الهيئة قال ما أكلت طعاما إلا بليل منذ فارقتك فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلم لم عذبت نفسك ثم قال صم شهر الصبر ويوما من كل شهر قال
زدني فإن بي قوة قال صم يومين قال زدني قال صم ثلاثة أيام قال زدني قال صم
من الحرم واترك صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك وقال بأصابعه الثلاثة
فضمها ثم أرسلها )
Dari Mujibah al-Bahiliyah, dari ayah atau pamannya, bahwa ia mendatangi
Rasulullah SAW kemudian pergi. Lalu datang lagi pada tahun berikutnya,
sedangkan kondisi fisiknya telah berubah. Ia berkata: “Wahai Rasulullah,
apakah engkau masih mengenalku?” Beliau bertanya: “Kamu siapa?” Ia
menjawab: “Aku dari suku Bahili, yang datang tahun sebelumnya.” Nabi SAW
bertanya: “Kondisi fisik mu kok berubah, dulu fisikmu bagus sekali?” Ia
menjawab: “Aku tidak makan kecuali malam hari sejak meninggalkanmu.”
Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa kamu menyiksa diri?” Lalu berliau
bersabda: “Berpuasalah di bulan Ramadhan dan satu hari dalam setiap
bulan.” Ia menjawab: “Tambahlah kepadaku, karena aku masih mampu.”
Beliau menjawab: “Berpuasalah dua hari dalam sebulan.” Ia berkata:
“Tambahlah, aku masih kuat.” Nabi SAW menjawab: “Berpuasalah tiga hari
dalam sebulan.” Ia berkata: “Tambahlah.” Nabi SAW menjawab: “Berpuasalah
di bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan haram dan
tinggalkanlah, berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah.” (HR. Abu
Dawud dan Ibnu Majah).
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Nawawi berkata dalam al-Majmu’
Syarh al-Muhadzdzab(6/439): “Nabi SAW menyuruh laki-laki tersebut
berpuasa sebagian dalam bulan-bulan haram tersebut dan meninggalkan
puasa di sebagian yang lain, karena berpuasa bagi laki-laki Bahili
tersebut memberatkan fisiknya. Adapuan bagi orang yang tidak
memberatkan, maka berpuasa satu bulan penuh di bulan-bulan haram adalah
keutamaan.” Komentar yang sama juga dikemukakan oleh Syaikhul Islam
Zakariya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib (1/433) dan Ibnu Hajar
al-Haitami dalam Fatawa-nya (2/53).
Ketiga, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab secara
khusus. Hadits-hadits tersebut meskipun derajatnya dha’if, akan tetapi
masih diamalkan dalam bab fadhail al-a’mal, seperti ditegaskan oleh Ibnu
Hajar al-Haitami dalam Fatawa-nya (2/53).
Di antara hadits yang menjelaskan keutamaan puasa Rajab secara khusus adalah hadits Usamah bin Zaid berikut ini:
في سنن النسائي 4/201 : ( عن أسامة بن زيد قال قلت : يا رسول الله لم أرك
تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب
ورمضان ) اه
“Dalam Sunan al-Nasa’i (4/201): Dari Usamah bin Zaid, berkata: “Wahai
Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa dalam bulan-bulan yang ada
seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Bulan
Sya’ban itu bulan yang dilupakan oleh manusia antara Rajab dan
Ramadhan.”
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Syaukani berkata dalam kitabnya
Nail al-Authar(4/291): “Hadits Usamah di atas, jelasnya menunjukkan
disunnahkannya puasa Rajab. Karena yang tampak dari hadits tersebut,
kaum Muslimin pada masa Nabi SAW melalaikan untuk mengagungkan bulan
Sya’ban dengan berpuasa, sebagaimana mereka mengagungkan Ramadhan dan
Rajab dengan berpuasa.”
Keempat, atsar dari ulama salaf yang saleh. Terdapat beberapa riwayat
yang menyatakan bahwa beberapa ulama salaf yang saleh menunaikan ibadah
puasa Rajab, seperti Hasan al-Bashri, Abdullah bin Umar dan lain-lain.
Hal ini bisa dilihat dalam kitab-kitab hadits seperti Mushannaf Ibn Abi
Syaibah dan lain-lain.
Dalil Madzhab Hanbali
Sebagaimana dimaklumi, madzhab Hanbali berpendapat bahwa mengkhususkan
puasa Rajab secara penuh dengan ibadah puasa adalah makruh. Akan tetapi
kemakruhan puasa Rajab ini bisa hilang dengan dua cara, pertama,
meninggalkan sehari atau lebih dalam bulan Rajab tanpa puasa. Dan kedua,
berpuasa di bulan-bulan di luar Rajab, walaupun bulan tersebut tidak
berdampingan dengan bulan Rajab.
Para ulama yang bermadzhab Hanbali, memakruhkan berpuasa Rajab secara
penuh dan secara khusus, didasarkan pada beberapa hadits, antara lain:
Hadits dari Zaid bin Aslam, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
puasa Rajab, lalu beliau menjawab: “Di mana kalian dari bulan Sya’ban?”
(HR. Ibnu Abi Syaibah [2/513] dan Abdurrazzaq [4/292]. Tetapi hadits ini
mursal, alias dha’if).
Hadits Usamah bin Zaid. Ia selalu berpuasa di bulan-bulan haram. Lalu
Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Berpuasalah di bulan Syawal.” Lalu
Usamah meninggalkan puasa di bulan-bulan haram, dan hanya berpuasa di
bulan Syawal sampai meninggal dunia.” (HR. Ibn Majah [1/555], tetapi
hadits ini dha’if. Hadits ini juga dinilai dha’if oleh Syaikh
al-Albani.).
Hadits dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW melarang puasa Rajab. (HR. Ibn
Majah [1/554], tetapi hadits ini dinilai dha’if oleh Imam Ahmad, Ibnu
Taimiyah dalam al-Fatawa al-Kubra[2/479], dan lain-lain).
Madzhab Hanbali juga berdalil dengan beberapa atsar dari sebagian
sahabat, seperti atsar bahwa Umar pernah memukul orang karena berpuasa
Rajab, atsar dari Anas bin Malik dan lain-lain. Tetapi atsar ini masih
ditentang dengan atsar-atsar lain dari para sahabat yang justru
melakukan puasa Rajab. Disamping itu, dalil-dalil para ulama yang
menganjurkan puasa Rajab jauh lebih kuat dan lebih shahih sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya.
Kesimpulan
Sudah jelas dari semua dalil bahwa bulan Rajab adalah salah satu bulan
yang mulia serta termasuk dari 4 bulan haram (Rajab, Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, dan Muharam). Sehingga tak ada seorang muslim yang beriman
menolak atau menyangsikan kemuliaan bulan-bulan haram tersebut. Namun
bulan Rajab tidak lebih utama dari pemuliaan bulan haram lainnya selain
itu Islam juga memuliakan selain bulan Haram seperti bulan Sya’ban dan
Syawal.
Maka puasa di bulan Rajab jelas ada dan boleh. Adalah salah jika
menyatakan tidak ada puasa Rajab. Akan lebih salah lagi jika menyatakan
haram berpuasa bulan Rajab. Yang benar adalah Rasulullah s.a.w. pernah
berpuasa di bulan Rajab dan juga pernah tidak berpuasa di bulan Rajab.
Mengkhususkan diri hanya berpuasa di bulan Rajab adalah makruh. Letak
makruhnya bukan soal berpuasanya namun soal mengkhususkan hanya
menghormati bulan Rajab saja sedangkan tidak menghormati bulan bulan
lainnya dengan berpuasa sunnah juga.
Adapun Rasulullah s.a.w. sesungguhnya pada semua bulan beliau berpuasa
dan andaikan mau dilebihkan, maka dari semua kesaksian para sahabatn
beliau s.a.w. paling banyak berpuasa sunnah pada bulan Sya’ban dan bukan
bulan Rajab Juga tidak ada dasarnya meyakini tanggal tertentu atau
haru tertentu di bulan Rajab. Yang benar adalah silakan berpuasa 2-3
hari di hari apa saja pada bulan Rajab sebagaimana berpuasa 2-3 hari di
bulan haram lainnya. Puasa 2-3 hari ini berbeda dengan puasa senin kamis
dan puasa ayamul bidh 3 hari tiap tengah bulan yang dilaksanakan pada
semua bulan.
Adapun sikap memuliakan bulan Rajab tidak lantas dengan cara menerima
begitu saja hadits-hadits yang berlebih-lebihan seperti terbebasnya dari
penyakit, atau sama dengan puasa setahun penuh dan sholat malam setahun
penuh atau akan disediakan telaga khusus di surga dll. Adapun
kenyataannya hadits-hadits yang bombastis itu adalah hadits dla’if
bahkan palsu. Orang yang melebih-lebihkan keutamaan bulan Rajab dengan
membawakan hadits palsu sama buruknya dengan orang yang sama sekali
menolak atau mengharamkan adanya puasa di bulan Rajab. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar