Membaca doa qunut dalam shalat Witir –khususnya saat Qiyam Ramadhan-
adalah sunnah. Para ulama berbeda pendapat tentang waktu
disyariatkannya pada shalat witir; ada yang berpendapat sepanjang tahun,
selama bulan Ramadhan, dan pada sejak pertengahan Ramadhan sampai
akhir. Ringkasnya, bahwa di bulan Ramadhan pada shalat tarawihnya
dianjurkan untuk berqunut pada witirnya.
Salah satu diantara kebiasaan yang dilakukan di zaman Umar bin Khatab
radhiyallahu ‘anhu ketika tarawih adalah qunut ketika witir setelah
memasuki pertengahan Ramadhan. Qunut ini dilakukan setelah berdiri dari
rukuk (i’tidal).
Abdurrahman bin Abdul Qori menceritakan kebiasaan shalat jamaah tarawih di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu,
Mereka qunut dengan membaca doa laknat untuk setiap orang kafir setelah memasuki paruh Ramadhan. Doa yang mereka baca,
اللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ
وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَلَا يُؤْمِنُونَ بِوَعْدِكَ، وَخَالِفْ بَيْنَ
كَلِمَتِهِمْ، وَأَلْقِ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ، وَأَلْقِ عَلَيْهِمْ
رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ، إِلَهَ الْحَقِّ
Ya Alllah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi manusia dari
jalan-Mu, mereka mendustakan para rasul-Mu, dan tidak beriman dengan
janji-Mu. Cerai-beraikan persatuan mereka dan timpakanlah rasa takut di
hati mereka, serta timpakanlah siksaan dan azab-Mu pada mereka, wahai
sesembahan yang haq.
Setelah membaca doa di atas, kemudian mereka bersalawat kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdoa untuk kebaikan kaum muslimin
semampunya, kemudian memohon ampunan untuk kaum mukminin.
Selanjutnya, mereka membaca,
اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ
نَسْعَى وَنَحْفِدُ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ رَبَّنَا، وَنَخَافُ عَذَابَكَ
الْجِدَّ، إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ
Ya Allah, kami menyembah hanya kepada-Mu, hanya kepada-Mu kami shalat
dan sujud, hanya untuk-Mu kami berusaha dan beramal, dan kami memohon
rahmat-Mu, wahai Rabb kami. Kami pun takut kepada azab-Mu yang pedih.
Sesungguhnya azab-Mu ditimpakan kepada orang yang Engkau musuhi.
Selesai membaca doa di atas, mereka bertakbir dan turun sujud.
[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 1100; dikatakan pen-tahqiq-nya, "Sanadnya shahih.”]
Kebiasaan ini hampir tidak kita jumpai di masyarakat kita. Karena itu,
cukup baik jika sesekali dilaksanakan, dalam rangka menghidupkan kembali
kebiasaan yang dilaksanakan di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu
‘anhu.
Qunut merupakan do’a yang dilakukan didalam shalat pada tempat tertentu
ketika berdiri. Qunut, selain disunnahkan dilakukan pada setiap shalat
shubuh dan ketika terjadi mushibah yang menimpa umat Islam (qunut
nazilah), juga disunnahkan dikerjakan pada shalat witir di pertengahan
terakhir bulan Ramadhan.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Berikut ringkasannya seperti yang dikatakan oleh At-Tirmidziy rahimahullah :
واختلف أهل العلم في القنوت في الوتر، فرأى عبد الله بن مسعود القنوت في
الوتر في السنة كلها، واختار القنوت قبل الركوع. وهو قول بعض أهل العلم.
وبه يقول سفيان الثوري وابن المبارك وإسحق وأهل الكوفة. وقد روي عن علي بن
أبي طالب أنه كان لا يقنت إلا في النصف الآخر من رمضان، وكان يقنت بعد
الركوع. وقد ذهب بعض أهل العلم إلى هذا. وبه يقول الشافعي وأحمد.
“Para ulama berbeda pendapat tentang qunut yang dilakukan pada shalat
witir. ‘Abdullah bin Mas’uud berpendapat bahwa qunut pada shalat witir
sepanjang tahun, dan ia memilih qunut tersebut dilakukan sebelum rukuk.
Itu merupakan pendapat sebagian ulama. Itulah pendapat yang dipegang
oleh Sufyaan Ats-Tsauriy, Ibnul-Mubaarak, Ishaaq, dan penduduk Kuufah.
Dan telah diriwayatkan dari ‘Aliy bin Abi Thaalib bahwasannya ia tidak
melakukan qunut kecuali pada setengah akhir bulan Rmadlaan, yang
dilakukan setelah rukuk. Sebagian ulama berpendapat dengan ini. Inilah
pendapat yang dipegang oleh Asy-Syaafi’iy dan Ahmad” [Sunan
At-Tirmidziy, 1/479-480].
Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حدثنا ابن عليه عن أيوب عن نافع عن ابن عمر أنه كان لا يقنت إلا في النصف يعني من رمضان
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, dari Ayyuub, dari Naafi’,
dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya ia tidak melakukan qunut kecuali pada
setengah bulan Ramadlaan [Al-Mushannaf, 2/304]. Sanad riwayat ini
shahih.
حدثنا محمد بن بشر قال حدثنا سعيد عن قتاده عن الحسن أن أبيا أم الناس في
خلافه عمر فصلى بهم النصف من رمضان لا يقنت فلما مضى النصف قنت بعد الركوع
....
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Sa’iid (bin Abi ‘Aruubah), dari Qataadah, dari
Al-Hasan (Al-Bashriy) : Bahwasannya Ubay pernah mengimami manusia di
jaman kekhilafahan ‘Umar. Ia shalat bersama mereka setengah bulan
Ramadlan tanpa melakukan qunut. Ketika lewat setengah (pertama) bulan
Ramadlaan, ia melakukan qunut setelah rukuk….” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah, 2/304].
Qataadah mempunyai mutaba’ah dari Yuunus bin ‘Ubaid sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1429. Sanad riwayat ini lemah karena
adanya keterputusan antara Al-Hasan dengan Ubay/‘Umar.
حدثنا أحمد بن محمد بن حنبل، ثنا محمد بن بكر، أخبرنا هشام، عن محمد عن بعض
أصحابه أن أبيّ بن كعب أمَّهم يعني في شهر رمضان وكان يقنت في النصف الآخر
من رمضان.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr : Telah mengkhabarkan kepada
kami Hisyaam, dari Muhammad, dari sebagian shahabatnya : Bahwasannya
Ubay bin Ka’b mengimami mereka pada bulan Ramadlan, dan ia melakukan
qunut pada pertengahan akhir bulan Ramadlaan [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 1428]. Sanad ini lemah, karena mubham-nya syaikh dari
Muhammad (bin Siiriin).
نا الربيع بن سليمان المرادي نا عبد الله بن وهب أخبرني يونس عن بن شهاب
أخبرني عروة بن الزبير أن عبد الرحمن بن عبد القاري وكان في عهد عمر بن
الخطاب مع عبد الله بن الأرقم على بيت المال أن عمر خرج ليلة في رمضان فخرج
معه عبد الرحمن بن عبد القاري فطاف بالمسجد وأهل المسجد أوزاع متفرقون
يصلي الرجل لنفسه ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر والله إني أظن
لو جمعنا هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل ثم عزم عمر على ذلك وأمر أبي بن
كعب أن يقوم لهم في رمضان فخرج عمر عليهم والناس يصلون بصلاة قارئهم فقال
عمر نعم البدعة هي والتي تنامون عنها أفضل من التي تقومون يريد آخر الليل
فكان الناس يقومون أوله وكانوا يلعنون الكفرة في النصف اللهم قاتل الكفرة
الذين يصدون عن سبيلك ويكذبون رسلك ولا يؤمنون بوعدك وخالف بين كلمتهم وألق
في قلوبهم الرعب وألق عليهم رجزك وعذابك إله الحق ثم يصلي على النبي صلى
الله عليه وسلم ويدعو للمسلمين بما استطاع من خير ثم يستغفر للمؤمنين قال
وكان يقول إذا فرغ من لعنة الكفرة وصلاته على النبي واستغفاره للمؤمنين
والمؤمنات ومسألته اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد ونرجو
رحمتك ربنا ونخاف عذابك الجد ان عذابك لمن عاديت ملحق ثم يكبر ويهوى ساجدا
Telah mengkhabarkan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaimaan Al-Muraadiy :
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb : Telah mengkhabarkan
kepadaku Yuunus, dari Ibnu Syihaab : Telah mengkhabarkan kepadaku
‘Urwah bin Az-Zubair : Bahwasannya ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdil-Qaariy –
dimana ia bersama ‘Abdullah bin Al-Arqam pada jaman kekhalifahan ‘Umar
bin Al-Khaththaab dipercaya mengurus Baitul-Maal -, berkata :
Bahwasannya ‘Umar pernah keluar bersama ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdil-Qaariy
pada suatu malam pada bulan Ramadlaan. Lalu mereka berkeliling masjid
dan mendapatkan orang-orang di mesjid terbagi-bagi lagi tidak bersatu,
seseorang shalat sendiri dan yang lainnya mengimami shalat sejumlah
orang. Maka ‘Umar berkata : “Demi Allah, aku berpendapat seandainya kita
kumpulkan mereka pada satu imam saja tentunya akan lebih baik”.
Kemudian ‘Umar bertekad untuk itu dan memerintahkan Ubay bin Ka’b untuk
mengimami shalat malam mereka di bulan Ramadlan. Lalu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhu keluar menemui mereka lagi dalam keadaan orang-orang
shalat di belakang satu imam, sehingga ‘Umar berkata : “Sebaik-baiknya
bid’ah adalah ini dan yang tidur (tidak ikut) lebih utama dari yang ikut
shalat – ia memaksudkan bahwa (yang shalat) di akhir malam (lebih
utama), karena pada saat itu orang-orang melakukan shalat tarawih di
awal malam. Mereka melaknati orang kafir pada separuh bulan Ramadlan
dengan doa : ‘Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi
(orang) dari jalan-Mu, mendustakan para Rasul-Mu, dan tidak beriman
dengan janji-Mu. Cerai-beraikan persatuan mereka dan timpakanlah rasa
takut di hati-hati mereka, serta timpakanlah siksaan dan adzab-Mu pada
mereka, wahai tuhan yang haq’. Kemudian (mereka) bershalawat kepada
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berdoa untuk kebaikan kaum
muslimin semampunya, kemudian memohon ampunan untuk kaum mukminin’……”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 1100]. Sanad riwayat ini shahih.
حدثنا محمد بن بكر عن ابن جربج قال قلت لعطاء القنوت في شهر رمضان قال عمر أول من قنت قلت النصف الآخر أجمع قال نعم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, dari Ibnu Juraij, ia
berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Athaa’ (bin Abi Rabbaah) tentang
qunut yang dilakukan di bulan Ramadlaan. Ia menjawab : “’Umar adalah
orang yang pertama melakukan qunut”. Aku bertanya kembali : “Setengah
terakhir secara keseluruhan ?”. Ia menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah, 2/304].
Sanad riwayat ini shahih sampai ‘Athaa’.
حدثنا وكيع عن عباد بن راشد عن الحسن أنه كان يقنت في النصف من رمضان .
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari ‘Abbaad bin Raasyid, dari
Al-Hasan (Al-Bashriy) : Bahwasannya ia melakukan qunut pada setengah
bulan Ramadlaan [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 2/304]. Sanad
riwayat ini hasan.
حدثنا يحيى بن سعيد عن المهلب بن حبيبة قال سألت سعيد بن أبي الحسن عن القنوت فقال في النصف من رمضان كذلك علمنا
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid (Al-Qaththaan), dari
Al-Muhallab bin Habiibah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Sa’iid
bin Abil-Hasan tentang qunut. Lalu ia menjawab : “Dilakukan pada
setengah bulan Ramadlaan. Begitulah yang kami ketahui” [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah, 2/304]. Sanad riwayat ini hasan.
حدثنا أزهر السمان عن ابن عون عن إبراهيم أنه كان يقول القنوت في السنة كلها قال وكان ابن سيرين لا يراه إلا في النصف من رمضان
Telah menceritakan kepada kami Azhar As-Samaan, dari Ibnu ‘Aun, dari
Ibraahiim (An-Nakha’iy) : Bahwasannya ia berkata : “Qunut dilakukan
sepanjang tahun”. Ia melanjutkan : “Adapun Ibnu Siiriin tidak memandang
hal itu dilakukan kecuali pada setengah bulan Ramadlaan saja”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 2/304]. Sanad riwayat ini shahih.
Beberapa riwayat di atas menunjukkan di antara salaf ada yang
memutlakkan qunut pada setengah bulan Ramadlan saja (tanpa menentukan
awal atau akhir), dan yang lain mengatakan setengah terakhir bulan
Ramadlan.
Adapun yang ternukil dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
حدثنا علي بن ميمون الرقي ثنا مخلد بن يزيد عن سفيان عن زبيد اليامي عن
سعيد بن عبد الرحمن بن أبزي عن أبيه عن أبي بن كعب أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم كان يوتر فيقنت قبل الركوع
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Maimuun Ar-Raqiy : Telah
menceritakan kepada kami Makhld bin Yaziid, dari Sufyaan, dari Zaid
Al-Yaamiy, dari Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Abziy, dari ayahnya, dari
Ubay bin Ka’b : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
shalat witir lalu qunut sebelum rukuk [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no.
1182].
Riwayat-riwayat semisal yang marfu’ dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tidak menyebutkan kapan dilakukannya qunut, sehingga dipahami
bahwa dalil itu bersifat mutlak. Yaitu, qunut witir masyru’ dilakukan
sepanjang tahun (setiap waktu yang disyari’atkan). Tidak terbatas hanya
bulan Ramadlaan, atau setengah bulan Ramadlaan saja.
Imam Al-Baihaqi didalam kitabnya Ma’rifatus Sunani wal Atsar dan
As-Sunanul Kubro pada “Bab Man Qaala Laa Yaqnut fil Witri Illaa Fin
Nishfil Akhiri Min Ramadhan (Bab komentar Orang-orang yang tidak
berqunut kecuali pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan) menyebutkan
beberapa riwayat, diantaranya Imam Al-Syafi’i rahimahullah berkata :
قال الشافعي: ويقنتون في الوتر في النصف الآخر من رمضان، وكذلك كان يفعل ابن عمر، ومعاذ القاري
“Mereka berqunut didalam shalat witir pada pertengahan akhir bulan
Ramadhan, seperti itulah yang dilakukan oleh Ibnu ‘Umar dan Mu’adz
Al-Qari”
عن نافع، «أن ابن عمر كان لا يقنت في الوتر إلا في النصف من رمضان
“Dari Nafi’ : Bahwa Ibnu ‘Umat tidak berqunut didalam shalat witir,
kecuali pada pertengahan dari bulan Ramadhan (pertengahan akhir, penj)”
أن عمر بن الخطاب «جمع الناس على أبي بن كعب، فكان يصلي لهم عشرين ليلة ولا
يقنت بهم إلا في النصف الباقي» . فإذا كانت العشر الأواخر تخلف فصلى في
بيته، فكانوا يقولون: أبق أبي
“Sesungguhnya Umar bin Khaththab mengumpulkan jama’ah shalat tarawih
pada Ubay bin Ka’ab, mereka shalat selama 20 malam, dan mereka tidak
berqunut kecuali pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan. Ketika masuk
pada 10 akhir Ubay memisahkan diri dan shalat dirumahnya, maka mereka
mengira dengan mengatakan : Ubay telah bosan”.
عَنْ مُحَمَّدٍ هُوَ ابْنُ سِيرِينَ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِهِ " أَنَّ
أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ أَمَّهُمْ، يَعْنِي فِي رَمَضَانَ، وَكَانَ يَقْنُتُ
فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari Muhammad bin Sirin, dari sebagian sahabatnya, bahwa Ubay bin Ka’ab
mengimami mereka, yakni pada bulan Ramadhan, ia berqunut pada
pertengahan terakhir bulan Ramadhan”
عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ " أَنَّهُ " كَانَ يَقْنُتُ فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari Al-Harits, dari ‘Ali radliyallahu ‘anh, bahwa ia berqunut pada pertengahan terakhir dari bulan Ramadhan”
عن سَلَام يَعْنِي ابْنَ مِسْكِينٍ، قَالَ: " كَانَ ابْنُ سِيرِينَ
يَكْرَهُ الْقُنُوتَ فِي الْوِتْرِ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ
“Ibnu Miskin berkata : Ibnu Sirin tidak menyukai qunut didalam shalat
witir, kecuali pada pertengahan akhir shalat bulan Ramadhan
عن قَتَادَة قَالَ: " الْقُنُوتُ فِي النِّصْفِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari Qatadah : qunut dilakukan pada pertengahan akhir bulan Ramadhan”
Imam An-Nawawi rahimahullah didalam kitabnya Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
menjelaskan dengan panjang lebar dan adil sebagai berikut,
“Madzhab bahwa sunnah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat
witir pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan adalah pendapat masyhur
didalam madzhab Syafi’iyah dan Imam Al-Syafi’i telah menyatakan hal
tersebut; Pada satu pendapat disebutkan bahwa disunnahkan pada seluruh
bulan Ramadhan dan itu madzhab Imam Malik, dan satu pendapat pula
dikatakan bahwa disunnahkan didalam shalat witir sepanjang tahun dan
pendapat ini juga ada pada 4 ulama besar kami yakni Abdullah
Az-Zubairiy, Abul Walid Al-Nasaiburiy, Abul Fadll bin ‘Abdan dan Abu
Manshur bin Mahran, pendapat yang ini dikuatkan didalam dalil hadits
Al-Hasan bin ‘Ali radliyallahu ‘anhuma yang telah berlalu penjelasannya
pada masalah qunut, akan tetapi yang masyhur didalam madzhab Syafi’iyah
adalah pendapat yang sebelumnya yakni bahwa disunnahkan berqunut pada
pertengahan akhir bulan Ramadhan, inilah yang dipegang oleh jumhur ulama
Syafi’iyah. Bahkan Imam Al-Rafi’I berkata ; dhohir perkataan Imam
Al-Syafi’I rahimahullah adalah makruh berqunut pada selain pertengahan
akhir dibulan Ramadhan, sehingga seandainya meninggalkannya maka
disunnahkan sujud sahwi, namun jika langsung berqunut seketika itu maka
tidak disunnahkan sujud syahwi. Al-Ruyani menghikayatkan sebuah pendapat
bawha berqunut sepanjang tahun (dalam shalat witir) tidak makruh dan
tidak perlu sujud sahwi bila meninggalkannya pada selain pertengahan
akhir bulan Ramadhan, ia mengatakan, inilah yang hasan, dan inilah
pendapat yang dipilih oleh para masyayikh Thabaristan”.
Menurut Imam Al-‘Imraniy, seorang ulama Syafi'i, didalam kitabnya
Al-Bayan, mengatakan bahwa dalil qunut didalam shalat witir pada
pertengahan akhir bulan Ramadhan adalah berdasarkan ijma para sahabat,
“Dalil kami adalah ijma’ sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi), bahwa
Khalifah ‘Umar bin Khaththab mengumpulkan jama’ah tarawih untuk
bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab, mereka shalat tarawih selama 20 malam,
dan tidak berqunut kecuali pada pertengahan terakhir (kedua) Ramadhan,
kemudina ia shalat sendirian di rumahnya, maka dikatakan : “Ubay telah
bosan”. Kejadian ini dengan dihadiri (disaksikan) oleh para sahabat, dan
tidak ada satu pun sahabat yang mengingkarinya”.
Imam Ahmad Al-Mahamiliy didalam Al-Lubab berkomentar mengenai qunut didalam shalat witir tersebut,
“Tidak ada qunut didalam shalat witir, kecuali ada pertengahan terakhir
bulan Ramadhan, adapuan pada shalat Shubuh, berqunut selamanya, apabila
Imam berqunut maka orang yang mengikutinya meng-amin-kannya”.
Imam Al-Qaffal Al-Faquriy didalam Hilyatul ‘Ulama’ fiy Ma’rifati Madzahibil Fuqaha’
“Sunnah melakukan qunut pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan didalam
shalat witir, ini juga pendapat yang dipegang oleh Imam Malik, namun
riwayat yang lain darinya menyatakan tidak disunnahkan pada bulan
Ramadhan. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat disunnahkan
qunut didalam shalat witir sepanjang tahun, ini juga qaul Abdullah
Az-Zubairy dari ulama kami, namun posisinya setelah ruku’. Dari ulama
kami juga ada yang menyatakan bahwa tempatnya qunut pada shalat witir
adalah sebelum ruku’ berbeda dengan shalat shubuh. Akan tetapi yang
dipegang didalam madzhab Syafi’i adalah yang pertama”
Terkait tempat dilakukan qunut pada shalat witir, menurut Imam An-Nawawi
adalah dilakukan setelah ruku’ berdasarkan pendapat yang masyhur dan
shahih, serta tanpa melakukan takbir.
Membaca doa Qunut pada shalat witir adalah sesuatu disyariatkan menurut
jumhur ulama, berdasarkan dalil-dalil yang shahih dan sharih. Hanya
mereka berbeda pendapat dalam bacaan dan tata caranya. Berikut pendapat
masing-masing mazhab dalam masalah ini yang kami ringkaskan dari
beberapa kitab:
Mazhab Hanafi
Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa doa Qunut dalam shalat witir dibaca
sepanjang tahun, tidak hanya pada waktu bulan ramadhan saja. Ini pula
pendapat ‘Abdullah bin Mas’uud, Sufyaan Ats-Tsauriy, Ibnul-Mubaarak,
Ishaaq, dan penduduk Kuufah.
Tempat dibacanya Qunut adalah pada rakaat ketiga sebelum ruku’. Tata
caranya dengan membaca takbir sambil mengangkat kedua tangan, lalu
membaca doa Qunut. Hal ini didasarkan kepada pendapat Imam Ali yang
melihat Nabi n jika hendak membaca doa Qunut memulainya dengan bertakbir
terlebih dahulu. Pendapat ini sama dengan pendapat Malikiyah, namun
bukan pada shalat witir, melainkan untuk Sholat Shubuh (karena mazhab
Maliki termasuk yang berpendapat Qunut hanya ada pada shalat shubuh dan
nazilah).
Mazhab Maliki
Mazhab ini masyhur diketahui menganggap bahwa Qunut diwaktu shalat witir
adalah tidak disyariatkan dan hukumnya makruh dikerjakan. Ini
didasarkan kepada riwayat Ibnu Umar yang tidak membaca Qunut pada semua
shalat sunnah. Yang diketahui berpendapat semisal ini adalah Thawwus.
Mazhab Syafi’i
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Qunut itu dibaca setelah ruku pada
akhir Witir pertengahan bulan Ramadhan. Imam Rafi’I mengatakan : membaca
Qunut pada shalat witir dimakruhkan menurut perkataan yang kuat dari
imam Syafi’I sebelum masa akhir-akhir ramadhan.
Pendapat Syafi’iyah ini bersumber dari riwayat Abu Dawud dan Baihaqi
bahwa Ubay bin Ka’ab dan juga riwayat lain dari para Sahabat dan
Tabi’in.
Dari ‘Amr bin Hasan, bahwasanya ‘Umar a menyuruh Ubay bin Ka’ab a
mengimami shalat (Tarawih) pada bulan Ramadhan, dan beliau menyuruh Ubay
bin Ka’ab a untuk melakukan qunut pada pertengahan Ramadhan yang
dimulai pada malam 16 Ramadhan.
Namun dalam kitab Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah jilid ke-34 pada
halaman 64 disebutkan adanya pendapat sebagian syafi’iyah yang
mengatakan Qunut witir adalah dari awal bulan ramadhan.
Mengenai tata caranya, menurut mazhab ini Qunut witir sebagaimana Qunut
Subuh, dibaca pada waktu setelah bangkit dari ruku’ pada raka’at
terakhir. Pendapat Syafi’iyah ini diketahui sebagaimana yang dipegang
oleh shahabat Ali, Ibnu Umar menurut suatu riwayat, Uyainah, nafi’ dan
lainnya.
Mazhab Hanbali
Ulama’ Hanabilah –sebagaimana ulama Hanafiyah- berpendapat bahwa doa
Qunut dalam shalat witir dibaca sepanjang tahun, tidak hanya pada waktu
bulan ramadhan saja. Hanya saja mengenai waktu membacanya, Mazhab ini
sama dengan dengan Syafi’i yakni sesudah bangkit dari ruku’. Namun bila
dibaca sebelum ruku’ menurut mazhab ini juga dibolehkan.
Ibnu Taimiyah berkata setelah menyebutkan pendapat para ulama tentang qunut witir,
وَحَقِيقَةُ الْأَمْرِ أَنَّ قُنُوتَ الْوِتْرِ مِنْ جِنْسِ الدُّعَاءِ
السَّائِغِ فِي الصَّلَاةِ مَنْ شَاءَ فَعَلَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ .
كَمَا يُخَيَّرُ الرَّجُلُ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثِ أَوْ خَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ
وَكَمَا يُخَيَّرُ إذَا أَوْتَرَ بِثَلَاثِ إنْ شَاءَ فَصَلَ وَإِنْ شَاءَ
وَصَلَ . وَكَذَلِكَ يُخَيَّرُ فِي دُعَاءِ الْقُنُوتِ إنْ شَاءَ فَعَلَهُ
وَإِنْ شَاءَ تَرَكَهُ وَإِذَا صَلَّى بِهِمْ قِيَامَ رَمَضَانَ فَإِنْ
قَنَتَ فِي جَمِيعِ الشَّهْرِ فَقَدْ أَحْسَنَ وَإِنْ قَنَتَ فِي النِّصْفِ
الْأَخِيرِ فَقَدْ أَحْسَنَ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ بِحَالِ فَقَدْ أَحْسَنَ
.
“Hakekatnya, qunut witir adalah sejenis do’a yang dibolehkan dalam
shalat. Siapa yang mau membacanya, silakan. Dan yang enggan pun
dipersilakan. Sebagaimana dalam shalat witir, seseorang boleh memilih
tiga, lima, atau tujuh raka’at semau dia. Begitu pula ketika ia
melakukan witir tiga raka’at, maka ia boleh melaksanakan 2 raka’at salam
lalu 1 raka’at salam, atau ia melakukan tiga raka’at sekaligus. Begitu
pula dalam hal qunut witir, ia boleh melakukan atau meninggalkannya
sesuka dia. Di bulan Ramadhan, jika ia membaca qunut witir pada
keseluruhan bulan Ramadhan, maka itu sangat baik. Jika ia berqunut di
separuh akhir bulan Ramadhan, itu pun baik. Jika ia tidak berqunut, juga
baik.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 271)
Bacaan Qunut dalam witir
Para ulama berbeda pendapat mengenai bacaan Qunut dalam shalat witir.
Hal ini karena memang ditemukan adanyabeberapa riwayat dalam
hadits-hadits mengenai lafadznya. Berikut diantaranya :
Bacaan Qunut witir menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’I :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ، وَنَسْتَهْدِيكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ،
وَنَتُوبُ إِلَيْكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَتَوَكَّل عَلَيْكَ، وَنُثْنِي
عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، نَشْكُرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، اللَّهُمَّ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى
وَنَحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ، وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ
الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ، اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ،
وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ،
وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ
تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِل مَنْ وَالَيْتَ،
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِعَفْوِكَ مِنْ
عُقُوبَتِكَ، وَبِكَ مِنْكَ، لاَ نُحْصَى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا
أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك
“Ya Allah, sesungguhnya kami bermohon pertolongan Mu, kami memohon
petunjuk dari Mu, kami meminta ampun kepada Mu, kami beriman kepada Mu,
kami berserah kepada Mu dan kami memuji Mu dengan segala kebaikan, kami
mensyukuri dan tidak mengkufuri Mu.
Ya Allah, Engkau yang kami sembah dan kepada Engkau kami shalat dan
sujud, dan kepada Engkau jualah kami datang bergegas, kami mengharap
rahmat Mu dan kami takut akan azab Mu kerana azab Mu yang sebenar akan
menyusul mereka yang kufur.
Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah
Engkau beri petunjuk. Selamatkanlah kami dalam golongan orang-orang yang
Engkau telah pelihara. Uruslah kami di antara orang-orang yang telah
Engkau urus. Berkahilah kami dalam segala sesuatu yang Engkau telah
berikan.
Hindarkanlah kami dari segala bahaya yang Engkau telah tetapkan.
Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan bukan yang ditentukan.
Sesungguhnya tidak akan jadi hina orang yang telah Engkau lindungi.
Engkau wahai Rabb kami adalah Maha Mulia dan Maha Tinggi.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari
kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari ancaman-Mu. Aku tidak mampu
menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagai-mana
yang Engkau sanjungkan pada Diri-Mu.” [HR. Abu Dawud no.1427,
at-Tirmidzi no.3566, Ibnu Majah no.1179, an-Nasaa-i III/249 dan Ahmad
I/98,118,150. Lihat Shahih at-Tirmidzi III/180, Shahih Ibni Majah I/194,
Irwaa-ul ghaliil II/175 dan Shahih Kitab al-Adzkar I/255-256 no.246,
184]
Bacaan Qunut witir menurut kalangan Hanbali :
Bacaan do’a qunut ini yang biasa dipakai sebagian kaum Muslimin yang berbunyi:
اَللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي
شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ
لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ (وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ) تَبَارَكْتَ
رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.
“Artinya : Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah
Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa
yang tidak disukai) sebagaimana orang yang pernah Engkau lindungi,
sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah
berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah
aku dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan, sesungguhnya Engkau
yang menjatuhkan hukum, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman
kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan
tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb
kami Yang Mahatinggi.
Sebenarnya lafazh do’a ini adalah lafazh do’a untuk qunut witir,
sebagaimana yang telah diriwayatkan dari al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu
‘anhuma.
HR. Abu Dawud (no. 1425), at-Tirmidzi (no. 464), Ibnu Majah (no. 1178),
an-Nasa-i (III/248), Ahmad (I/199, 200) dan al-Baihaqi (II/209, 497-498)
Sedang do’a yang ada di dalam kurung menurut ri-wayat al-Baihaqi. Hadits
ini diriwayatkan dari Shahabat Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku beberapa
kalimat yang aku baca dalam shalat witir…”
Lihat Shahiih at-Tirmidzi (I/144), Shahih Ibni Majah (I/194), Irwaa-ul
Ghalil, oleh Syaikh al-Albani (II/172) dan Shahiih Kitaab al-Adzkaar
(I/176-177, no. 155/125). Hadits shahih.
Doa-doa Qunut Witir lainnya dalam hadits-hadits :
اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ
نَسْعَى وَنَحْفِدُ وَنَرْجُوْ رَحْمَتَكَ رَبَّنَا وَنَخَافُ عَذَابَكَ
الْجِدَّ إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ.
“ Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan
shalat dan sujud, kepadamu kami berusaha dan bersegera, kami
mengharapkan rahmat-Mu, kami takut siksaan-Mu. Sesungguhnya siksaan-Mu
akan menimpa orang-orang yang memusuhi-Mu.” [HR. Ibnu Khuzaimah
II/155-156 no.1100, sanadnya shahih.]
اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ
نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ
عَذَابَكَ بِالْكَافِرِيْنَ مُلْحِقٌ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ،
وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ،
وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْضَعُ لَكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَكْفُرُكَ.
“Ya Allah, kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan
sujud, kepada-Mu kami berusaha dan bersegera (melakukan ibadah). Kami
mengharapkan rahmat-Mu, kami takut kepada siksaan-Mu. Sesungguh-nya
siksaan-Mu akan menimpa pada orang-orang kafir. Ya Allah, kami minta
pertolongan dan memohon ampun kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami
tidak ingkar kepada-Mu, kami beriman kepada–Mu, kami tunduk kepada-Mu
dan meninggalkan orang-orang yang kufur kepada-Mu.” [HR. Al-Baihaqi
dalam Sunanul Kubra’ sanadnya menurut pendapat al-Baihaqi shahih.]
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ
“ Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci,
Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci.” [Abu Dawud no.1430, an-Nasaa-i
III/245 dan Ahmad V/123, Ibnu Hibban no.677, al-Baghawi dalam Syarhus
Sunnah IV/98 no.972 dan Ibnus Sunni no. 706 dHadits ini shahih.]
Atau boleh juga sebagaimana qunut Sayyidina ‘Umar bin Khaththab berikut ini,
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ،
وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ؛ اللَّهُمَّ إيَّاكَ نعبدُ،
ولَكَ نُصلي وَنَسْجُد، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ
وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بالكُفَّارِ مُلْحِقٌ.
اللَّهُمَّ عَذّبِ الكَفَرَةَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ،
ويُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَيُقاتِلُونَ أوْلِيَاءَكَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ
للْمُؤْمِنِينَ والمؤمنات والمسلمين والمُسْلِماتِ، وأصْلِح ذَاتَ
بَيْنِهِمْ، وأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِم
الإِيمَانَ وَالحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ على مِلَّةِ رسولِك صلى الله عليه
وسلم، وَأَوْزِعْهُمْ أنْ يُوفُوا بِعَهْدِكَ الَّذي عاهَدْتَهُمْ
عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ على عَدُّوَكَ وَعَدُوِّهِمْ، إِلهَ الحَقّ،
وَاجْعَلْنا منهم
Bahkan boleh dengan do’a apa saja bila tidak hafal redaksi do’a qunut
diatas, dan itu sudah hasil sebagai qunut. Hal ini, menurut Imam Nawawi
adalah pendapat yang mukhtar (yang dipilih dalam madzhab Syafi’iyah).
Dianjurkan juga bersamaan antara imam dan makmum dalam mengucapkan
pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa didalam qunut, karena tidak ada
"amin" pada rentan waktu tersebut sehingga mengucapkan bersamaan itu
lebih utama.
Disunnahkan juga mengangkat kedua tangan ketika berqunut tanpa mengusap
muka, menurut pendapat yang lebih shahih, namun tidak apa-apa bila
mengusap muka, tapi sebagian ulama ada yang memakruhkan mengusap muka
ketika qunut.
Qunut dianjurkan di-jahrkan (dinyaringkan) apabila shalat witir secara
berjama’ah dan makmum meng-amin-kannya, sedangkan apabila sendirian maka
dianjurkan di-lirihkan (sir), hal ini berdasarkan pendapat shahih yang
dipilih dan banyak dipegang oleh mayoritas ulama.
Dan ulama membolehkan menambahkan dengan doa-doa lain bahkan dengan
redaksi buatan sendiri, yakni yang tidak diriwayatkan dari Nabi (ghairu
ma`tsur). Dan tentu doa ma’tsur lebih utama untuk digunakan. Dan
kebolehan ini pun disertai syarat doa itu tak boleh menyalahi qur’an
dan hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar